KLENIK DAN BULAN SURO
Sehari
lagi kita masuk bulan Muharram. Wong Jowo bilang bulan Suro, gara-gara
ilat ndeso tak mampu melafalkan istilah Arab dengan benar. Dinamai Suro
karena di bulan Muharram ada satu hari yang bersejarah, yakni tanggal 10
Muharram. Tanggal ke Sepuluh bahasa Arabnya ‘Asyuro. Maka untuk
menandai bulan ini, wong Jowo menamainya dengan nama sasi (bulan) Suro.
Biasanya suasana pergantian tahun Masehi selalu diwarnai dengan
kemeriahan dan gegap gempita penuh harap. Tapi rupanya tak demikian
dengan suasana Tahun Baru Hijriyah ini. Yang ada adalah suasana penuh
keangkeran, wingit, mencekam dan beraroma klenik yang kental. Terutama
wong Jowo.
Tahun baru Hijriyah selalu diwarnai dengan mitos
seputar Nyi Roro Kidul, si Danyang Ratu Pantai Selatan. Lantas
bermunculanlah pamali-pamali yang njelehi dan tak masuk akal, namun
dipegang erat-erat oleh khalayak ramai yang konon cerdas, bagaikan 4
balon yang belum meletus di lagu Balonku Ada Lima.
Di Solo
tahun baru Hijriyah diwarnai dengan Parade Thawaf Kebo Bule Kyai Slamet,
yang telah ditunggu fans beratnya dari kalangan manusia yang histeris
untuk minta tanda tangan dan rebutan tahinya yang konon ampuh buat
mengusir penyakit, termasuk plu manuk. Simbah jadi heran, kalo yang
namanya bule kok mesti dipuji-puji lho. Dari orangnya, pemikiran, budaya
bahkan sampai kepada kebonya pun dielu-elukan bak berhala. Bener-bener
bulemania.
Di satu daerah di tlatah Wonogiri, ada satu goa yang
saat malam satu Suro ribuan manusia berjejal buat ngalap berkah di goa
wingit itu. Di Gunung Lawu, puluhan ribu manusia meramaikan lereng
gunung Lawu, buat ngalap berkah di satu sendang keramat yang ada di
sana. Wis, pokokmen. Pokoknya yang namanya demit, jin iprit, setan alas
kobar, danyang, tuyul, banaspati, dan segala makhluk-makhluk alien dari
negeri klenik, malam itu berpesta pora merayakan malam tahun Baru Islam
dengan dipuja-puji oleh muslimin yang konon bertauhid hanya menyembah
Allah yang Esa.
Ha kok bisa begitu tho? Apa yang salah dari
ajaran Tauhid? si Karto Ndableg, pernah menyampaikan satu teori
konspirasi. Konon ada upaya menglenikkan semua unsur yang bernapaskan
islam, sehingga nantinya Islam itu identik dengan dunia perdemitan yang
hung liwang-liwung itu. Misalnya, ritual perawatan jenassah dalam Islam
adalah dengan Pocong. Maka dibuatlah mitos-mitos tentang hantu pocong
untuk mendiskreditkan tatacara perawatan jenasah tersebut.
Yang
jelas, memang ajaran Islam yang memerintahkan umatnya untuk beriman
pada hal yang ghaib telah diselewengkan. Benihnya dari umat Islam
sendiri, unsur diluar Islam hanya menyuburkan saja. Ghaib dipahami
sebagai klenik… ini genah ngawur. Klenik itu takhayul, takhayul itu
khayal, khayal itu fiktif, fiktif itu bukan fakta… tak pantas diyakini.
Sementara hal yang ghaib yang harus diimani itu nyata, riil, dan
keberadaannya pasti. Masyarakat bahkan tak mampu membedakan mana yang
fiktif dan mana yang nyata-nyata ada.
Satu contoh lagi
penglenikan yang njelehi adalah mitos malam Jum’at. Jum’at adalah
sayidul ayyam. Rajanya hari, hari beribadahnya umat islam. Ha kok hari
raya baik begitu malah diwarnai dengan cerita-cerita pating klenyit ra
nggenah. Herannya umat Islam ngemplok bulet-bulet hal itu tanpa dicerna.
Seakan ya memang begitulah keadaannya.
Kebodohan yang sudah
masuk kategori jahil murokab itu seringkali malah didukung dengan
kata-kata, “Itulah tradisi adiluhung, yang pantas dilestarikan, karena
merupakan warisan peninggalan nenek moyang yang berharga.”
Di
era kapitalisme seperti saat ini, tradisi klenik merupakan aset. Bisa
meraup banyak dolar. Maka dibangkitkanlah kejahilan-kejahilan yang sudah
terpendam, dimunculkan ke permukaan demi menarik doku dari sakunya
turis nudis yang royal dollar. Dengan bangganya si anak pribumi bilang,
“Inilah budaya luhur kami mister.”
Di saat bangsanya si bule
bangun dari terlelapnya di dunia gelap mereka, bangsa ini malah kembali
terlelap di dunia gelap masa lalunya yang klenik. Si bule sudah asyik
ngelus-elus rudal berkepla nuklir, si klenik masih asyik njamasi pusaka
Keris kyai Gemblung, dimandiin, dikasih minyak wangi takut si keris
ngamuk kalo gak dimandiin. Si bule telah menjelajah melanglang angkasa,
si klenik masih asyik ngoprek kubur, nyuri kafan, makan daging mayit,
maling iket pocong… dlsb.
Yang parah, di saat si bule bersatu
padu dalam Uni Bule, si klenik berpecah belah dalam puluhan bahkan
ratusan aliran, sekte, madzhab dan perguruan. Menunggu-nunggu ratu adil,
satrio piningit, titisan Bung Karno, titisan Nyi Blorong, sambil
komat-kamit semoga keadaan berubah mak grembyang dengan hanya
duduk-duduk menanti kehadiran mereka.
Klenik selalu menyedihkan
dan membodohi. Kebodohan adalah mangsa bagi si pinter. Selama umat
Islam masih berkutat dengan klenik berkedok iman pada yang ghaib ini,
maka mereka hanya akan menjadi santapan bagi pemangsanya. Ini sudah
diramalkan oleh kanjeng Nabi.
Sekelumit Catetan dari Gubug Pitutur....smoga ada Mangpa'atnya....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar