Jumat, 25 November 2011

KLENIK DAN BULAN SURO

Sehari lagi kita masuk bulan Muharram. Wong Jowo bilang bulan Suro, gara-gara ilat ndeso tak mampu melafalkan istilah Arab dengan benar. Dinamai Suro karena di bulan Muharram ada satu hari yang bersejarah, yakni tanggal 10 Muharram. Tanggal ke Sepuluh bahasa Arabnya ‘Asyuro. Maka untuk menandai bulan ini, wong Jowo menamainya dengan nama sasi (bulan) Suro.

Biasanya suasana pergantian tahun Masehi selalu diwarnai dengan kemeriahan dan gegap gempita penuh harap. Tapi rupanya tak demikian dengan suasana Tahun Baru Hijriyah ini. Yang ada adalah suasana penuh keangkeran, wingit, mencekam dan beraroma klenik yang kental. Terutama wong Jowo.


Tahun baru Hijriyah selalu diwarnai dengan mitos seputar Nyi Roro Kidul, si Danyang Ratu Pantai Selatan. Lantas bermunculanlah pamali-pamali yang njelehi dan tak masuk akal, namun dipegang erat-erat oleh khalayak ramai yang konon cerdas, bagaikan 4 balon yang belum meletus di lagu Balonku Ada Lima.

Di Solo tahun baru Hijriyah diwarnai dengan Parade Thawaf Kebo Bule Kyai Slamet, yang telah ditunggu fans beratnya dari kalangan manusia yang histeris untuk minta tanda tangan dan rebutan tahinya yang konon ampuh buat mengusir penyakit, termasuk plu manuk. Simbah jadi heran, kalo yang namanya bule kok mesti dipuji-puji lho. Dari orangnya, pemikiran, budaya bahkan sampai kepada kebonya pun dielu-elukan bak berhala. Bener-bener bulemania.

Di satu daerah di tlatah Wonogiri, ada satu goa yang saat malam satu Suro ribuan manusia berjejal buat ngalap berkah di goa wingit itu. Di Gunung Lawu, puluhan ribu manusia meramaikan lereng gunung Lawu, buat ngalap berkah di satu sendang keramat yang ada di sana. Wis, pokokmen. Pokoknya yang namanya demit, jin iprit, setan alas kobar, danyang, tuyul, banaspati, dan segala makhluk-makhluk alien dari negeri klenik, malam itu berpesta pora merayakan malam tahun Baru Islam dengan dipuja-puji oleh muslimin yang konon bertauhid hanya menyembah Allah yang Esa.

Ha kok bisa begitu tho? Apa yang salah dari ajaran Tauhid? si Karto Ndableg, pernah menyampaikan satu teori konspirasi. Konon ada upaya menglenikkan semua unsur yang bernapaskan islam, sehingga nantinya Islam itu identik dengan dunia perdemitan yang hung liwang-liwung itu. Misalnya, ritual perawatan jenassah dalam Islam adalah dengan Pocong. Maka dibuatlah mitos-mitos tentang hantu pocong untuk mendiskreditkan tatacara perawatan jenasah tersebut.

Yang jelas, memang ajaran Islam yang memerintahkan umatnya untuk beriman pada hal yang ghaib telah diselewengkan. Benihnya dari umat Islam sendiri, unsur diluar Islam hanya menyuburkan saja. Ghaib dipahami sebagai klenik… ini genah ngawur. Klenik itu takhayul, takhayul itu khayal, khayal itu fiktif, fiktif itu bukan fakta… tak pantas diyakini. Sementara hal yang ghaib yang harus diimani itu nyata, riil, dan keberadaannya pasti. Masyarakat bahkan tak mampu membedakan mana yang fiktif dan mana yang nyata-nyata ada.

Satu contoh lagi penglenikan yang njelehi adalah mitos malam Jum’at. Jum’at adalah sayidul ayyam. Rajanya hari, hari beribadahnya umat islam. Ha kok hari raya baik begitu malah diwarnai dengan cerita-cerita pating klenyit ra nggenah. Herannya umat Islam ngemplok bulet-bulet hal itu tanpa dicerna. Seakan ya memang begitulah keadaannya.

Kebodohan yang sudah masuk kategori jahil murokab itu seringkali malah didukung dengan kata-kata, “Itulah tradisi adiluhung, yang pantas dilestarikan, karena merupakan warisan peninggalan nenek moyang yang berharga.”

Di era kapitalisme seperti saat ini, tradisi klenik merupakan aset. Bisa meraup banyak dolar. Maka dibangkitkanlah kejahilan-kejahilan yang sudah terpendam, dimunculkan ke permukaan demi menarik doku dari sakunya turis nudis yang royal dollar. Dengan bangganya si anak pribumi bilang, “Inilah budaya luhur kami mister.”

Di saat bangsanya si bule bangun dari terlelapnya di dunia gelap mereka, bangsa ini malah kembali terlelap di dunia gelap masa lalunya yang klenik. Si bule sudah asyik ngelus-elus rudal berkepla nuklir, si klenik masih asyik njamasi pusaka Keris kyai Gemblung, dimandiin, dikasih minyak wangi takut si keris ngamuk kalo gak dimandiin. Si bule telah menjelajah melanglang angkasa, si klenik masih asyik ngoprek kubur, nyuri kafan, makan daging mayit, maling iket pocong… dlsb.

Yang parah, di saat si bule bersatu padu dalam Uni Bule, si klenik berpecah belah dalam puluhan bahkan ratusan aliran, sekte, madzhab dan perguruan. Menunggu-nunggu ratu adil, satrio piningit, titisan Bung Karno, titisan Nyi Blorong, sambil komat-kamit semoga keadaan berubah mak grembyang dengan hanya duduk-duduk menanti kehadiran mereka.

Klenik selalu menyedihkan dan membodohi. Kebodohan adalah mangsa bagi si pinter. Selama umat Islam masih berkutat dengan klenik berkedok iman pada yang ghaib ini, maka mereka hanya akan menjadi santapan bagi pemangsanya. Ini sudah diramalkan oleh kanjeng Nabi.

Sekelumit Catetan dari Gubug Pitutur....smoga ada Mangpa'atnya....